Senin, 26 November 2012

jenis-jenis domba



Jenis-jenis Domba (Biri-biri)
(Domba Garut, Batur, Texel/Dombos, Kibas, Gembel, dsb)
Dengan semakin banyaknya (kuantitas) dan semakin mampunya (kualitas) peternak melakukan penyilangan sendiri, maka saat ini sebenarnya semakin sulit menentukan jenis domba. Namun demikian disini akan diuraikan secara singkat jenis-jenis domba yang ada di Indonesia (beredar di pasaran), kemudian barulah jenis domba yang ada di luar negeri.
1. Domba Garut (Domba Priangan)
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-garut1.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-garut2.jpg


http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-garut3.jpgMenurut para pakar domba seperti Prof. Didi Atmadilaga dan Prof. Asikin Natasasmita, bahwa Domba Garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba lokal (asli Indonesia), Domba Cape/Capstaad (Domba Ekor Gemuk atau Kibas) dari Afrika Selatan dan Domba Merino dari Asia Kecil. Yang dibentuk kira-kira pada pertengahan abad ke 19 (±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut. http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-garut4.jpg
Sekitar 70 tahun kemudian yaitu tahun 1926 Domba Garut telah menunjukan suatu keseragaman, misalnya bentuk tanduk yang besar melingkar diturunkan dari Domba Merino.

Pada awalnya domba priangan atau domba garut ini berkembang di Priangan (Jawa Barat), terutama di daerah Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Namun saat ini sudah berkembang di seluruh pulau jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Domba ini dipelihara selain sebagai domba potong atau domba pedaging, juga dipelihara sebagai domba aduan.



Ciri-ciri domba garut :
  • Bertubuh besar dan lebar, lehernya kuat, dahi konveks.
  • Domba priangan jantan memiliki tanduk besar dan kuat, melengkung ke belakang berbentuk spiral, dan pangkal tanduk kanan dan kiri hampir menyatu. Sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk, panjang telinga sedang, dan terletak di belakang tanduk.
  • Domba jantan mempunyai berat 40-80 kg, sedangkan betina 30-40 kg.
  • Kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa daun telinga.
  • Keunggulan domba priangan ini adalah kulitnya merupakan salah satu kulit dengan kualitas terbaik di dunia, selain itu dengan leher yang kokoh dan tubuh yang besar, kuat, domba ini sesuai untuk domba aduan. Keunggulan lainnya adalah penghasil daging yang sangat baik dan mudah dipelihara.
2. Domba Texel Wonosobo (Dombos)
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-texel-dombos1.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-texel-dombos2.jpgDomba Texel atau juga dikenal dengan nama Dombos yang artinya Domba Texel Wonosobo. Pada bulan Juli 2009, peternak di Lampung Timur mendatangkan 75 ekor betina dan 1 pejantan domba Texel yang didatangkan dari daerah Dieng Wonosobo, dan ternyata dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik di daerah Lampung Timur yang bersuhu panas.

http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-texel-dombos3.jpgPada tahun 1954/1955 Pemerintah mendatangkan 500 ekor Domba Texel dari Belanda dan dialokasikan ke beberapa daerah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah (Baturaden Banyumas dan Tawangmangu Solo) dan Jawa Timur, tetapi daerah tersebut tidak mampu mengembangkannya. Akhirnya tahun 1957, dipindahkan ke Daerah Wonosobo. Ternyata penduduk Wonosobo mampu mengembangkan Domba Texel tersebut, akhir tahun 2006 populasi mencapai 8.753 ekor.

Domba Texel mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dari domba jenis lain yaitu : Mempunyai bulu wol yang keriting halus berbentuk spiral berwarna putih yang menyelimuti bagian tubuhnya kecuali perut bagian bawah, keempat kaki dan kepala. Postur tubuh tinggi besar dan panjang dengan leher panjang dan ekor kecil.

Domba Texel tergolong ternak unggulan yang berpotensi sebagai penghasil daging. Bobot badan dewasa jantan dapat mencapai 100 kg dan yang betina 80 kg dengan karkas sekitar 55 %. Dalam penggemukkan secara intensif dapat menghasilkan pertambahan berat badan 265 – 285 gram/hari. Masyarakat Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah telah banyak merintis usaha penggemukan intensif terhadap Domba Persilangan Texel dengan Domba Lokal, yang menghasilkan keuntungan memadai. Di samping itu Domba Texel dapat menghasilkan bulu wool berkualitas sebanyak 1000 gram/ekor/tahun, yang dapat diolah sebagai komuditas yang mempunyai nilai tambah. Di pedesaan Wonosobo yang potensial Domba texel telah dirintis industri rumah tangga yang mengolah bulu wool Domba Texel.

Domba Texel tergolong ternak yang cepat berkembang biak, dapat beranak pertama kali pada umur 15 bulan dan selanjutnya dapat melahirkan setiap delapan bulan. Anak pertama cenderung tunggal dan anak berikutnya kadang-kadang kembar dua. Domba Texel mempunyai karakter genetik yang cenderung dominan. Di Kabupaten Wonosobo, Domba Texel telah banyak memberi kontribusi genetik terhadap domba-domba lokal melalui proses kawin silang, menghasilkan domba domba persilangan yang potensial sebagai penghasil daging.

Kendala pengembangan Domba Texel justru karena tingginya permintaan dari luar daerah yang disinyalir untuk di ekspor ke Malaysia. Hal ini sebenarnya meningkatkan pamor dan nilai harga Domba Texel itu sendiri, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat peternak dan pedangan Domba Texel. Namun di sisi lain, bila pengeluaran ke luar daerah tak dikendalikan, bisa mengancam terjadinya pengurasan ternak. Kendala lain, perkembang biakan Domba Dexel masih tergantung pada kawin alam, berhubung belum terdapatnya Produsen Frozen semen Domba Texel.

Pemerintah telah berupaya melestarikan Domba Texel melalui Program Village Breeding Centre (VBC) Domba Texel yang meliputi kegiatan pendataan, droping Domba Texel Gaduhan Pemerintah, sosialisasi dan promosi pelestarian maupun teknik budidaya serta pelatihan pengolahan bulu, kulit dan daging Domba Texel.




3. Domba Batur Banjarnegara (Domas)
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-batur-domas1.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-batur-domas2.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-batur-domas3.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-batur-domas4.jpg
Domba Batur (atau Domas) sebenarnya merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal yaitu domba Ekor Tipis (Gembel), domba Suffolk dan domba Texel. Pada 1984, kelompok tani ternak di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, berusaha menyilangkan domba bantuan presiden dengan domba lokal. Persilangan domba asal Tapos dan domba lokal menghasilkan keturunan yang oleh warga dinamai domba Batur atau Domas.

Pada awalnya berkembang di daerah Banjarnegara dan menjadi ikon Banjarnegara, dan sejak tahun 2009 mulai berkembang di beberapa daerah Jawa dan Sumatera.

Domba batur jantan maupun betina adalah tipe domba potong yang merupakan penghasil daging yang baik.
Ciri-ciri Domba Batur :
  • Tubuhnya besar dan panjang.
  • Kaki cenderung pendek dan kuat.
  • Domba jantan maupun betinanya tidak memiliki tanduk.
  • Kulitnya relatif lebih tipis dibandingkan domba garut, kibas, atau gembel, namun bulunya tebal.
  • Warna bulu dominan putih dan menutupi seluruh tubuhnya hingga bagian muka domba.
  • Keunggulan utama domba Batur ini adalah berat badannya. Untuk domba jantan dewasa berkisar antara 90-140 kg dan domba betina 60-80 kg, serta tinggi badan domba jantan dapat mencapai 75 cm dan tinggi domba betina 60 cm.



Domba Batur ini memang istimewa montok/gemuk, pada umur dua tahun domba jantan umumnya sudah bisa mencapai bobot 100 kg dan betina 80 kg. Bahkan, domba jantan yang bagus dapat mencapai bobot 140 kg. Domba dengan bobot seperti ini biasanya dijadikan pejantan.

Proporsi dagingnya (bukan karkas yang masih bertulang) juga tinggi. Dagingnya lebih empuk dan lemaknya lebih tinggi. Untuk sate lebih bagus.

Domba Batur mulai dapat dikawinkan pada umur 8 bulan saat si betina mencapai bobot 50—60 kg. Satu ekor pejantan mampu mengawini 10 ekor betina. Betina bunting selama lima bulan dan rata-rata jumlah anaknya 1,5 ekor per kelahiran.
4. Domba Ekor Tipis (Domba Gembel)
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-ekor-tipis1.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-ekor-tipis2.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-ekor-tipis3.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-ekor-tipis4.jpg
Domba ekor tipis dikenal sebagai domba asli Indonesia dan sering disebut Domba Gembel, dalam Bahasa Inggris disebut Javanesse Thin-Tailed sheep.

Pada awalnya domba ini berkembang di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, namun saat ini sudah berkembang di seluruh pulau jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Ciri-ciri domba ekor tipis :
  • Termasuk golongan domba berperawakan kecil, dengan berat badan domba jantan 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg.
  • Bulu wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam di sekeliling mata, hidung, dan beberapa bagian tubuh lain.
  • Ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak.
  • Telinga umumnya medium sampai kecil dan sebagian berposisi menggantung.
  • Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina umumnya tidak bertanduk.
  • Keunggulan domba ekor tipis ini adalah bersifat prolific (dapat melahirkan anak kembar 2-5 ekor setiap kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi musim kawin, serta mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang buruk.
5. Domba Ekor Gemuk (Domba Kibas)
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-ekor-gemuk1.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-ekor-gemuk2.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-ekor-gemuk3.jpg
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-ekor-gemuk4.jpg
Domba Ekor Gemuk dikenal juga dengan nama Domba Kibas (di Jawa), juga dikenal sebagai domba Donggala (di Sulawesi Selatan). Domba ini berasal dari Asia Barat atau India yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Pada sekitar tahun 1731 sampai 1779 pemerintah Hindia Belanda telah mengimpor domba Kirmani, yaitu domba ekor gemuk dari Persia.

Pada awalnya domba Ekor Gemuk berkembang di Jawa Timur, Madura, Sulawesi, dan Nusa Tenggara (terutama di Lombok). Namun saat ini sudah berkembang di seluruh Indonesia.
Domba ini beradaptasi dan tumbuh lebih baik di daerah beriklim kering.
Ciri-ciri domba ekor gemuk :
  • Bentuk badannya sedikit lebih besar daripada domba lokal lainnya.
  • Berat domba jantan mencapai 40-60 kg, sedangkan domba betina 25-50 kg.
  • Tinggi badan pada jantan dewasa antara 52 – 65 cm, sedangkan pada betina dewasa 47 – 60 cm.
  • Warna bulu wolnya putih dan kasar.
  • Ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil karena tidak terjadi penimbunan lemak. Cadangan lemak di bagian ekor berfungsi sebagai sumber energi pada musim paceklik.
  • Dada terlihat serasi dan kuat seperti bentuk perahu, ke empat kakinya kalau jalan agak lamban karena menanggung berat badan dan ekornya yang gemuk.
  • Umumnya domba jantan tidak bertanduk dan hanya sedikit yang mempunyai tanduk kecil, sedangkan yang betina tidak bertanduk.
  • Keunggulan Domba Domba ekor gemuk ini adalah tahan terhadap panas dan kering.

6. Domba Hampshire
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-hampshire1.jpghttp://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-hampshire2.jpg
Domba Hampshire dikembangkan di daerah Hampshire, Inggris, pada abad ke-19 melalui persilangan antara domba Southdown jantan dengan domba betina keturunan Wiltshire Horn dan Berkshire Knot.
Ciri-ciri Domba Hampshire :
  • Wajah berwarna gelap
  • Bulu panjang dan tebal berwarna coklat.
  • Telinga agak melengkung.
  • Kaki berwarna hitam dan tidak ditutupi wol
7. Domba Polwarth
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-polwarth1.jpghttp://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-polwarth2.jpg
Domba Polwarth merupakan tipe dual-purpose, dikembangkan di Victoria, Australia sejak tahun 1880. Merupakan persilangan antara Merino (75%) dan Lincoln (25%).

Domba Polwarth memiliki tubuh yang besar, tegap, pemeliharaannya mudah dan memiliki produktivitas wool yang tinggi dengan serat bulu berdiameter antara 22-25 mikron.
8. Domba Portland
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-portland1.jpghttp://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-portland2.jpg
Domba Portland berasal dari Inggris dan merupakan salah satu breed Dorset.

Bertubuh kecil dan dipenuhi oleh wool kecuali pada bagian wajah dan kaki bagian bawah yang berwana kecoklatan. Domba yang baru lahir berwarna dan berwarna agak keputih-putihan atau abu-abu selama beberapa awal bulan kehidupan. Tanduk muncul setelah dewasa dan berbentuk spiral.
9. Domba Rambouillet
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-rambouillet1.jpghttp://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-rambouillet2.jpg
Domba Rambouillet berasal dari Prancis disebut juga Merino Prancis. Domba Rambouillet merupakan tipe dwiguna.
Ciri-ciri Domba Rambouillet :
  • Badan besar, dalam, lebar dan padat dengan tulang-tulang yang kuat.
  • Kepala tegak.
  • Domba jantan bertanduk besar sedangkan betina tidak bertanduk.
10. Domba Norwegia (Villsau)
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-villsau1.jpghttp://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-villsau2.jpg
Domba Norwegia merupakan domba primitif yang hidup di daerah Norwegia dan Skandinavia.

Memiliki muka yang kecil dengan kaki yang bagus dan bulu yang berwarna hampir putih sampai keabu-abuan, cokelat gelap dan hitam. Berat jantan dewasa sekitar 43 kg dan betinanya 32 kg.




11. Domba Southdown
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-southdown1.jpghttp://dompi.co.id/_dompi/_galeri/domba-southdown2.jpg
Domba Southdown berasal dari Inggris dan merupakan tipepedaging.
Ciri-ciri Domba Southdown :
  • Tubuh kecil, lebar dan dalam, bentuk bulat, daging padat dan kaki pendek.
  • Garis punggung lurus, leher pendek dan tebal.
  • Telinga pendek dengan ujung bulat dan tidak bertanduk.


@ 2010  

proses pengolaha minyak bumi



Proses pengolahan minyak bumi
tmn.JPG
Kelompok 2 :
1) Ayu Martasari
2) Bayu Aris Rifai
3) Dewi Nurcahyaningsih
4) Fadillah Muzaki
5) Fika Septiani
6) Guritno Adi S.


PROSES PENGOLAHAN MINYAK BUMI
Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permukaan laut. Minyak bumi diperoleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah yang diperoleh ditampung  dalam kapal tanker atau dialirkan melalui pipa ke stasiun tangki atau ke kilang minyak.
Minyak mentah (cude oil) berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak mentah belum dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk keperluan lainnya, tetapi harus diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung sekitar 500 jenis hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 sampai 50. Titik didih hidrokarbon meningkat seiring bertambahnya jumlah atom C yang berada di dalam molekulnya. Oleh karena itu, pengolahan minyak bumi dilakukan melalui destilasi bertingkat, dimana minyak mentah dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang mirip.
Secara umum Proses Pengolahan Minyak Bumi digambarkan sebagai berikut:
bagan alir






1. DESTILASI
Destilasi adalah pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam hal ini adalah destilasi fraksinasi. Mula-mula minyak mentah dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ± 370°C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi pada bagian flash chamber (biasanya berada pada sepertiga bagian bawah kolom fraksinasi). Untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan bertekanan tinggi).
Menara destilasi
2224381_20120221091006.jpg
Minyak mentah yang menguap pada proses destilasi ini naik ke bagian atas kolom dan selanjutnya terkondensasi pada suhu yang berbeda-beda. Komponen yang titik didihnya lebih tinggi akan tetap berupa cairan dan turun ke bawah, sedangkan yang titik didihnya lebih rendah akan menguap dan naik ke bagian atas melalui sungkup-sungkup yang disebut sungkup gelembung. Makin ke atas, suhu yang terdapat dalam kolom fraksionasi tersebut makin rendah, sehingga setiap kali komponen dengan titik didih lebih tinggi akan terpisah, sedangkan komponen yang titik didihnya lebih rendah naik ke bagian yang lebih atas lagi. Demikian selanjutnya sehingga komponen yang mencapai puncak adalah komponen yang pada suhu kamar berupa gas. Komponen yang berupa gas ini disebut gas petroleum, kemudian dicairkan dan disebut LPG (Liquified Petroleum Gas).
Fraksi minyak mentah yang tidak menguap menjadi residu. Residu minyak bumi meliputi parafin, lilin, dan aspal. Residu-residu ini memiliki rantai karbon sejumlah lebih dari 20.
Fraksi minyak bumi yang dihasilkan berdasarkan rentang titik didihnya antara lain sebagai berikut :
1. Gas
Rentang rantai karbon : C1 sampai C5
Trayek didih : 0 sampai 50°C
2. Gasolin (Bensin)
Rentang rantai karbon : C6 sampai C11
Trayek didih : 50 sampai 85°C
3. Kerosin (Minyak Tanah)
Rentang rantai karbon : C12 sampai C20
Trayek didih : 85 sampai 105°C
4. Solar
Rentang rantai karbon : C21 sampai C30
Trayek didih : 105 sampai 135°C
5. Minyak Berat
Rentang ranai karbon : C31 sampai C40
Trayek didih : 135 sampai 300°C
6. Residu
Rentang rantai karbon : di atas C40
Trayek didih : di atas 300°C
Fraksi-fraksi minyak bumi dari proses destilasi bertingkat belum memiliki kualitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu pengolahan lebih lanjut yang meliputi proses cracking, reforming, polimerisasi, treating, dan blending.




2. CRACKING
Setelah melalui tahap destilasi, masing-masing fraksi yang dihasilkan dimurnikan (refinery), seperti terlihat dibawah ini:
Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang besar menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil. Contoh cracking ini adalah pengolahan minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin.
Proses ini terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas dan perolehan fraksi gasolin (bensin). Kualitas gasolin sangat ditentukan oleh sifat anti knock (ketukan) yang dinyatakan dalam bilangan oktan. Bilangan oktan 100 diberikan pada isooktan (2,2,4-trimetil pentana) yang mempunyai sifat anti knocking yang istimewa, dan bilangan oktan 0 diberikan pada n-heptana yang mempunyai sifat anti knock yang buruk. Gasolin yang diuji akan dibandingkan dengan campuran isooktana dan n-heptana. Bilangan oktan dipengaruhi oleh beberapa struktur molekul hidrokarbon.
Terdapat 3 cara proses cracking, yaitu : 24604_115403091803676_111867862157199_292925_340730_n.jpg
a. Cara panas (thermal cracking), yaitu dengan penggunaan suhu tinggi dan tekanan yang rendah.
Contoh reaksi-reaksi pada proses cracking adalah sebagai berikut :
crack 1
b. Cara katalis (catalytic cracking), yaitu dengan penggunaan katalis. Katalis yang digunakan biasanya SiO2 atau Al2O3 bauksit. Reaksi dari perengkahan katalitik melalui mekanisme perengkahan ion karbonium. Mula-mula katalis karena bersifat asam menambahkna proton ke molekul olevin atau menarik ion hidrida dari alkana sehingga menyebabkan terbentuknya ion karbonium :
crack1
c. Hidrocracking
Hidrocracking merupakan kombinasi antara perengkahan dan hidrogenasi untuk menghasilkan senyawa yang jenuh. Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan tinggi. Keuntungan lain dari Hidrocracking ini adalah bahwa belerang yang terkandung dalam minyak diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian dipisahkan.




3. REFORMING
Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang). Kedua jenis bensin ini memiliki rumus molekul yang sama bentuk strukturnya yang berbeda. Oleh karena itu, proses ini juga disebut isomerisasi. Reforming dilakukan dengan menggunakan katalis dan pemanasan.
Contoh reforming adalah sebagai berikut :
reforming
Reforming juga dapat merupakan pengubahan struktur molekul dari hidrokarbon parafin menjadi senyawa aromatik dengan bilangan oktan tinggi. Pada proses ini digunakan katalis molibdenum oksida dalam Al2O3 atauplatina dalam lempung.Contoh reaksinya :
reform2




4. ALKILASI dan POLIMERISASI
Alkilasi merupakan penambahan jumlah atom dalam molekul menjadi molekul yang lebih panjang dan bercabang. Dalam proses ini menggunakan katalis asam kuat seperti H2SO4, HCl, AlCl3 (suatu asam kuat Lewis). Reaksi secara umum adalah sebagai berikut:
RH + CH2=CR’R’’ panahR-CH2-CHR’R”
Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar. Reaksi umumnya adalah sebagai berikut :
M CnH2n panahCm+nH2(m+n)
Contoh polimerisasi yaitu penggabungan senyawa isobutena dengan senyawa isobutana menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana.
polimerisasi




5. TREATING
Treating adalah pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan pengotor-pengotornya. Cara-cara proses treating adalah sebagai berikut :
  • Copper sweetening dan doctor treating, yaitu proses penghilangan pengotor yang dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
  • Acid treatment, yaitu proses penghilangan lumpur dan perbaikan warna.
  • Dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n parafin) dengan berat molekul tinggi dari fraksi minyak pelumas untuk menghasillkan minyak pelumas dengan pour point yang rendah.
  • Deasphalting yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk minyak pelumas
  • Desulfurizing (desulfurisasi), yaitu proses penghilangan unsur belerang.
Sulfur merupakan senyawa yang secara alami terkandung dalam minyak bumi atau gas, namun keberadaannya tidak dinginkan karena dapat menyebabkan berbagai masalah, termasuk di antaranya korosi pada peralatan proses, meracuni katalis dalam proses pengolahan, bau yang kurang sedap, atau produk samping pembakaran berupa gas buang yang beracun (sulfur dioksida, SO2) dan menimbulkan polusi udara serta hujan asam. Berbagai upaya dilakukan untuk menyingkirkan senyawa sulfur dari minyak bumi, antara lain menggunakan proses oksidasi, adsorpsi selektif, ekstraksi, hydrotreating, dan lain-lain. Sulfur yang disingkirkan dari minyak bumi ini kemudian diambil kembali sebagai sulfur elemental.
Desulfurisasi merupakan proses yang digunakan untuk menyingkirkan senyawa sulfur dari minyak bumi. Pada dasarnya terdapat 2 cara desulfurisasi, yaitu dengan :
1. Ekstraksi menggunakan pelarut, serta
2. Dekomposisi senyawa sulfur (umumnya terkandung dalam minyak bumi dalam bentuk senyawa merkaptan, sulfida dan disulfida) secara katalitik dengan proses hidrogenasi selektif menjadi hidrogen sulfida (H2S) dan senyawa hidrokarbon asal dari senyawa belerang tersebut. Hidrogen sulfida yang dihasilkan dari dekomposisi senyawa sulfur tersebut kemudian dipisahkan dengan cara fraksinasi atau pencucian/pelucutan.
Akan tetapi selain 2 cara di atas, saat ini ada pula teknik desulfurisasi yang lain yaitu bio-desulfurisasi. Bio-desulfurisasi merupakan penyingkiran sulfur secara selektif dari minyak bumi dengan memanfaatkan metabolisme mikroorganisme, yaitu dengan mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer yang dikatalis oleh enzim hasil metabolisme mikroorganisme sulfur jenis tertentu, tanpa mengubah senyawa hidrokarbon dalam aliran proses. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerobik, dan dilakukan dalam kondisi lingkungan teraerasi. Keunggulan proses ini adalah dapat menyingkirkan senyawa sulfur yang sulit disingkirkan, misalnya alkylated dibenzothiophenes. Jenis mikroorganisme yang digunakan untuk proses bio-desulfurisasi umumnya berasal dari Rhodococcus sp, namun penelitian lebih lanjut juga dikembangkan untuk penggunaan mikroorganisme dari jenis lain.
Proses ini mulai dikembangkan dengan adanya kebutuhan untuk menyingkirkan kandungan sulfur dalam jumlah menengah pada aliran gas, yang terlalu sedikit jika disingkirkan menggunakan amine plant, dan terlalu banyak untuk disingkirkan menggunakan scavenger. Selain untuk gas alam dan hidrokarbon, bio-desulfurisasi juga digunakan untuk menyingkirkan sulfur dari batubara.
Proses Shell-Paques Untuk Bio-Desulfurisasi Aliran Gas
Salah satu lisensi proses bio-desulfurisasi untuk aliran gas adalah Shell Paques dari Shell Global Solutions International dan Paques Bio-Systems. Proses ini sudah diterapkan secara komersial sejak tahun 1993, dan saat ini kurang lebih terdapat sekitar 35 unit bio-desulfurisasi dengan lisensi Shell-Paques beroperasi di seluruh dunia.
Proses ini dapat menyingkirkan sulfur dari aliran gas dan menghasilkan hidrogen sulfida dengan kapasitas mulai dari 100 kg/hari sampai dengan 50 ton/hari, menggunakan mikroorganisme Thiobacillus yang sekaligus bertindak sebagai katalis proses bio-desulfurisasi. Dalam proses ini, aliran gas yang mengandung hidrogen sulfida dilewatkan pada absorber dan dikontakkan pada larutan soda yang mengandung mikroorganisme. Senyawa soda mengabsorbi hidrogen sulfida, dan kemudian dialirkan ke bioreaktor THIOPAQ berupa tangki atmosferik teraerasi dimana mikroorganisme mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer secara biologis dalam kondisi pH 8,2-9. Sulfur hasil reaksi kemudian melalui proses dekantasi untuk memisahkan dengan cairan soda. Cairan soda dikembalikan ke absorber, sedangkan sulfur diperoleh sebagai cake atau sebagai sulfur cair murni. Karena sifatnya yang hidrofilik sehingga mudah diabsorpsi oleh tanah, maka sulfur yang dihasilkan dari proses ini dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk.Tahapan reaksi bio-desulfurisasi dapat digambarkan sebagai berikut :
  • Absorpsi H2S oleh senyawa soda
desulfur1
  • Pembentukan sulfur elementer oleh mikroorganisme
desulfur2
Keunggulan dari proses Shell-Paques adalah :
  • dapat menyingkirkan sulfur dalam jumlah besar (efisiensi penyingkiran hidrogen sulfida dapat mencapai 99,8%) hingga menyisakan kandungan hidrogen sulfida yang sangat rendah dalam aliran gas (kurang dari 4 ppm-volume)
  • pemurnian gas dan pengambilan kembali (recovery) sulfur terintegrasi dalam 1 proses- gas buang (flash gas/vent gas) dari proses ini tidak mengandung gas berbahaya, sehingga sebelum dilepas ke lingkungan tidak perlu dibakar di flare. Hal ini membuat proses ini ideal untuk lokasi-lokasi dimana proses yang memerlukan pembakaran (misalnya flare atau incinerator) tidak dimungkinkan.
  • menghilangkan potensi bahaya dari penanganan solvent yang biasa digunakan untuk melarutkan hidrogen sulfida dalam proses ekstraksi
  • sifat sulfur biologis yang hidrofilik menghilangkan resiko penyumbatan (plugging atau blocking) pada pipa
  • Bio-katalis yang digunakan bersifat self-sustaining dan mampu beradaptasi pada berbagai kondisi proses
  • Konfigurasi proses yang sederhana, handal dan aman (antara lain beroperasi pada suhu dan tekanan rendah) sehingga mudah untuk dioperasikan
  • Proses Shell-Paques ini dapat diterapkan pada gas alam, gas buang regenerator amine, fuel gas, synthesis gas, serta aliran oksigen yang mengandung gas limbah yang tidak dapat diproses dengan pelarut.




BLENDING
Proses blending adalah penambahan bahan-bahan aditif kedalam fraksi minyak bumi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas produk tersebut. Bensin yang memiliki berbagai persyaratan kualitas merupakan contoh hasil minyak bumi yang paling banyak digunakan di barbagai negara dengan berbagai variasi cuaca. Untuk memenuhi kualitas bensin yang baik, terdapat sekitar 22 bahan pencampur yang dapat ditambanhkan pada proses pengolahannya.
Diantara bahan-bahan pencampur yang terkenal adalah tetra ethyl lead (TEL). TEL berfungsi menaikkan bilangan oktan bensin. Demikian pula halnya dengan pelumas, agar diperoleh kualitas yang baik maka pada proses pengolahan diperlukan penambahan zat aditif. Penambahan TEL dapat meningkatkan bilangan oktan, tetapi dapat menimbulkan pencemaran udara.